Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ketika Imam Syafi'i Mencari Berkah Imam Ahmad bin Hanbal


ARTIKEL KISAH PARA AULIYA


بِسْــــمِ اللهِ الرَّحْمَن ِالرَّحِيْــــــــــم



السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول اللّٰه وبعد

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

"Ketika Guru Mencari Berkah Muridnya" Suatu hari Imam Syafi’i رحمه الله‎ yang saat itu berada di Mesir memanggil seorang muridnya yang bernama Rabi’ bin Sulaiman رحمه الله‎. Rabi’ رحمه الله‎ ini terkenal sebagai periwayat karya-karya Imam Syafi’i رحمه الله‎. Hampir semua karya Imam Syafi’i رحمه الله‎ yang sampai pada zaman ini melalui Rabi’ bin Sulaiman رحمه الله‎. Kepadanya Imam Syafi’i رحمه الله‎ berkata, “Wahai Rabi’, Ini suratku. Pergilah dan sampaikan surat ini kepada Abu Abdillah (panggilan Imam Ahmad bin Hanbal). Sesampai di sana kamu tunggu jawabannya dan sampaikan padaku.”

Setelah menerima perintah itu Rabi’ رحمه الله‎ segera bergegas menuju Baghdad. Di sana Beliau berjumpa dengan Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله‎ saat shalat Shubuh. Setelah Imam Ahmad رحمه الله‎ keluar dari mihrab, Rabi’ رحمه الله‎ menyampaikan surat tadi sambil berkata, “Ini surat saudara Anda, As-Syafii dari Mesir.” Imam Ahmad رحمه الله‎ bertanya, “Engkau telah tahu isinya ?” Rabi’ رحمه الله‎ menjawab, “belum.”

Kemudian Imam Ahmad رحمه الله‎ membuka surat tersebut dan membacanya sambil berlinangan air mata. Rabi’ رحمه الله‎ yang penasaran kemudian bertanya, “Apa isinya, Wahai Abu Abdillah ?” Imam Ahmad رحمه الله‎ menjelaskan : bahwa As-Syafii dalam surat tersebut bercerita telah bermimpi bertemu Rasulullah ﷺ. Dalam mimpi tersebut Rasulullah ﷺ bersabda, “Kirimkan surat kepada Abu Abdillah dan bacakan salamku kepadanya. Kemudian katakan padanya, ‘Sesungguhnya Engkau akan mendapat cobaan besar. Ketika itu jangan Engkau turuti mereka maka Allah akan mengangkat namamu hingga hari kiamat.”

Setelah mendengar itu, Rabi’ رحمه الله‎ pun berkata, “Ini kabar gembira, Wahai Abu Abdillah.”

Kemudian Imam Ahmad رحمه الله‎ mencopot salah satu baju gamis yang menempel di tubuhnya dan memberikannya kepada Rabi’ رحمه الله‎. Salah satu kebiasaan orang Arab adalah memberi sesuatu sebagai ucapan terima kasih ketika ada orang yang membuatnya gembira. Rabi’ رحمه الله‎ menerima pemberian itu sambil menunggu jawaban Imam Ahmad رحمه الله‎ terkait surat As-Syafii رحمه الله‎.

Setelah urusan selesai Rabi’ رحمه الله‎ kembali ke Mesir. Di sana ia segera menemui Imam Syafii رحمه الله‎ dan memberikan surat balasan dari Imam Ahmad رحمه الله‎.

Setelah itu Imam Syafii رحمه الله‎ bertanya, "Apa yang diberikannya padamu ?” Rabi’ رحمه الله‎ menjawab, “Ia memberikan baju gamisnya.” Imam Syafii رحمه الله‎ melihat kegembiraan yang terpancar dari Rabi’ رحمه الله‎ karena menerima baju tersebut.

Kemudian Imam Syafii رحمه الله‎ berkata, “Aku bukan hendak menyusahkanmu dengan memintamu memberikan baju itu padaku. Namun basuhlah baju itu kemudian berikan air basuhannya padaku agar aku bisa bertabarruk dengannya.”

Kisah ini disampaikan oleh banyak ulama diantaranya :

  • Imam as-Subki رحمه الله‎ dalam Thabaqat as-Syafiiyah al-Kubra,
  • Ibnu Katsir رحمه الله‎ dalam Al-Bidayah wan ‘Nihayah,
  • Ibnul ‘Jauzi رحمه الله‎ dalam Manaqibu Ahmad dan
  • As-Safarini رحمه الله‎ dalam Ghidza`ul ‘Albab.





Dalam keterangan Imam Ibnu Muflih رحمه الله‎ yang termaktub di kitab Al-Adabus ‘Syar’iyyah,
Imam Rabi’ رحمه الله‎ menjelaskan bila air tersebut disimpan oleh
Imam Syafi’i رحمه الله‎ dan digunakan untuk cuci muka setiap hari.
Sebenarnya Imam Ahmad رحمه الله‎ adalah murid dari Imam Syafii رحمه الله‎
namun saat itu Imam Ahmad رحمه الله‎ telah terkenal sebagai ulama besar di Baghdad.
Hubungan guru dan murid ini tak menghalangi Imam Syafii رحمه الله‎ untuk bertabarruk
kepada Imam Ahmad رحمه الله‎ sebagai bentuk pengakuan Beliau akan kesalehan
dan keilmuan Imam Ahmad رحمه الله‎. Ini bentuk tawadlu Imam Syafii رحمه الله‎.
Selain itu dalam kisah ini Imam Syafii رحمه الله‎ mengajarkan kepada muridnya yang
bernama Rabi’ رحمه الله‎ anjuran untuk bertabarruk dengan orang saleh dan
ulama sekaligus menandaskan bahwa tabarruk tidak melulu khusus kepada Rasulullah ﷺ.

Tabarruk secara bahasa bermakna mengharap barakah. Sedang barakah sendiri bermakna bertambah atau berkembang. Dalam kaitan dengan tabarruk, barakah berarti anugerah dan limpahan ilahi sehingga
amal kebaikan terus bertambah. Dengan demikian bertabarruk dengan orang shalih mengharap kepada Allah ﷻ atas limpahan dan bertambahnya amal kebaikan dengan wasilah kedudukan derajat orang shalih tersebut di sisi Allah ﷻ.

Bertabarruk hakikatnya bertawassul kepada Allah ﷻ dengan orang shalih atau hal-hal yang terkait dengannya. Tabarruk dapat dilakukan dengan mengunjungi orang shalih, menziarahi kubur mereka, pakaian bekas dan tempat yang pernah dikunjungi mereka, dan lain-lain. Bertabarruk sangat dianjurkan dalam agama menurut mayoritas ulama madzhab empat selama tetap meyakini bahwa segala limpahan adalah pemberian Allah ﷻ dan kita bertabarruk semata-mata mengikuti perintah Allah ﷻ dan mengikuti anjuran Nabi-Nya.

Dalam hadits riwayat Imam Thabrani, Abu Nuaim dan Imam Baihaqi dari Ibnu Umar رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, Rasulullah ﷺ juga meminum air dari tempat wudhu karena mengharap barakah dari tangan kaum muslimin. Para perawi hadits ini dinilai tsiqah oleh Al-Haitsami dan hadits tersebut dinilai hasan oleh Al-Albani.

Hadits lengkapnya :
Rasulullah ﷺ saja meminum bekas air wudhu kaum Muslimin untuk tujuan mencari barokah:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ الْوُضُوءُ مِنْ جَرٍّ جَدِيدٍ مُخَمَّرٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ أَمْ مِنَ الْمَطَاهِرِ؟ 
فَقَالَ لا بَلْ مِنَ الْمَطَاهِرِ إِنَّ دِينَ اللهِ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللهِ يَبْعَثُ إِلَى الْمَطَاهِرِ فَيُؤْتَى بِالْمَاءِ فَيَشْرَبُهُ يَرْجُو بَرَكَةَ أَيْدِي الْمُسْلِمِينَ 
(رواه الطبراني)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa ia bertanya kepada Nabi: Ya Rasulallah, apakah berwudlu dari wadah baru yang tertutup ataukah dari tempat-tempat berwudlu’ yang lebih engkau senangi? 
 Rasulullah menjawab: Tidak. Tapi dari tempat-tempat berwudlu’. Agama Allah adalah yang condong dan mudah. Ibnu Umar berkata: Kemudian Rasulullah menyuruh seseorang ke tempat-tempat berwudlu’  dan Beliau diberi air wudlu’, kemudian beliau meminumnya. Beliau mengharap berkah dari tangan-tangan umat Islam” (HR Thabrani dalam al-Kabir No 235, al-Ausath No 806,
  al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 2669 dan Abu Nuaim 8/203)

Derajat Hadis adalah ‘Hasan’, berdasarkan penilaian mayoritas ulama. Al-Hafidz al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Ausath, para perawinya dinilai terpercaya. Dan Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah terpercaya, dinisbatkan kepada golongan Murjiah” (Majma’ az-Zawaid 1/133)

Sumber :
At-Tabarruk bis ‘Shalihin bainal ‘Mujizina wal ‘Mani’in
Karya Syekh Abdul Fattah Qudais Al-Yafi’i dan
Al-Mausu’atul Yusufiyah
Karya Syekh Yusuf Khathar Muhammad, dan lain-lain.

نفعنا بعلومه وبركته وأنواره فى الدين والدنيا والاخرة
عسى الله ان يحافظكم جميعا فى اي مكان ماكنتم
ولكم النجاه إن شاء الله بجاه حبيب المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم
امين يامجيب السائلين 

Post a Comment for "Ketika Imam Syafi'i Mencari Berkah Imam Ahmad bin Hanbal"