Qoidah 1: Setiap Perkara Tergantung Maksudnya
Pada Kesempatan Ini Saya akan menjelaskan Apa itu Maksud dari qoidah: Al-Umuruu bi Maqosidiha yang artinya Setiap Segala perkara Tergantung maksud dan Tujuannya,
- Sesungguhnya segala perbuatan manusia berbeda, tergantung pada niatnya. Jika seseorang melakukan sesuatu dengan niatan ikhlas lillah maka akan diberi ganjaran sesuai niat baiknya. Begitu pun sebaliknya, jika seseorang melakukan sesuatu dengan niat mengharapkan hal lain (bukan ridho Allah), maka yang ia dapatkan, sesuai dengan apa yang diniatkan.
- Al-umuru jamak dari al-amru. Dan al-amru bermakna pekerjaan, vaitu pekerjaan anggota badan meliputi semua pekerjaan, baik itu perkataan maupun perbuatan.
- Dalil kaidah: Asal dari kaidah ini dari sabda rasulullahi SAW di dalam hadist
yang diriwayatkan Imam Bukhori dan lainnya dari Sayyidina Umar bin Khattab
radiyallahu 'anhu إنما الاعمال بالنيات
Artinya; Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya - Penjelasan kaidah: Menurut mazhab syafi'l dan yang sependapat dengannya: maka apabila benar niatnya maka perbuatannya pun akan benar, apabila rusak niatnya maka perbuatannya pun akan rusak. Makna niat secara bahasa: keinginan terhadap sesuatu. Menurut istilah: Bermaksud taat dan pendekatan terhadap Allah SWT dengan mengerjakan perintahnya ataupun meninggalkan larangannya. Maksud keberadaan niat dalam ibadah yaitu 2 hal:
- Pertama: membedakan ibadah dengan kebiasaan.
- Kedua: membedakan suatu ibadah dengan ibadah lainnya, menjadi fardhu, sunnah, atau wajib.
Maka disyari'atkan niat untuk membedakannya.
Ibadah-ibadah yang tidak disyaratkan untuk berniat:
- Apabila ibadah tidak bercampur dengan yang lainnya, maka tidak membutuhkan niat dikarenakan ibadah tersebut merupakan bentuk ibadah murni. Seperti: membaca qur'an dan berdzikir.
- Perbuatan-perbuatan yang dilarang tidak membutuhkan niat karena manusia sedang keluar dari janjinya. Dan jika dia belum merasakan janji tersebut, maka meninggalkan perbuatan itu lebih baik baginya.
- Hal-hal yang mubah seperti makan, minum, tidur tidak membutuhkan niat. Tetapi akan bernilai ibadah, jika perbuatan ini diniatkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.
Hukum niat jika tidak diringi dengan perbuatan dan perbuatan jika tidak diringi dengan niat:
- Niat yang tidak diringi dengan perbuatan.
Contoh: Apabila seorang suami mentalaq (menceraikan) istrinya didalam
hati dan belum diucapkan melalui lisan maka talaqnya tertolak
2. Pekerjaan yang tidak diiringi dengan niat, dibedakan menjadi2:
a. Apabila suatu la fadz yang secara langsung (jelas) maka sesungguhnya ia
tidak membutuhkan niat akan tetapi cukup dengan mengerjakan perbuatan
tersebut untuk menjadikannya hukum dikarenakan lafadz yang secara
langsung tidak membutuhkan niat karena telah meliputinya.
b. Perbuatan tersebut memiliki lafadz yang tidak jelas.
Syarat niat:
1 Islam, maka disyaratkan bagi yang berniat orang muslim dikarenakan niat
itu termasuk ibadah. Dan niat ibadah itu tidak sah dari golongan kafir
dikarenakan dia meninggalkan syarat sahnya ibadah yaitu agama islam dan
iman (percaya) kepada Allah SWT.
2. Tamyiz, kemampuan dalam berfikir dan dapat membedakan atau mengambil
kesimpulan suatu makna, maka tidak diterima ibadah bayi yang belum balig
dan tidak gila karena sebab taklif, sesuai dengan sabda Rasulullah SAw
diangkatnya pena dari 3 golongan:
a. Orang tidur sampai ia bangun.
b. Bayi sampai ia baligh.
c. Orang gila sampai ia berakal/sadar.
3. Al-ilmu bil manwi, harus dengan pengetahuan hukum bagi yang berniat
baik wajib maupun sunnah dalam ibadah ataupun yang lainnya maka barang
siapa yang tidak mengetahui fardhu solat atau wudhu maka tidak diterima
perbuatan tersebut akan tetapi yang tidak bisa membedakan antara fardhu
dan sunnah maka sah ibadahnya dengan sarat tidak bermaksud berniat
sunnah dari sesuatu yang wajib.
Syarat diterimanya ibadah:
Maksud dari niat ialah membedakan ibadah dengan kebiasaan dan syarat
diterima ibadah yaitu ikhlas. Maksud dari ikhlas ialah keinginan dalammengharap keridhoan Allah dari ibadah yang dilakukan seperti yang din.
Alah SWT Padahal mereka tidak disurun kecuall supaya menyemi
difirmankan
embah Alla
agama yang
dengan memurnikan ketaatan kepada- fNya dalam (menjalankan) at: agam dan yan
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat: dar
demikian itulah agama yang lurus. ( Q.S: Al bayyinah :5)
Para fuqoha menyebutkan ada 2 qoidah lain yang mengikuti, yaitu:
1. Sesuatu yang tidak memerlukan penjelasan secara global dan tida
memerlukan penjelasan secara rinci maka ketika terdapat kesalahan daliam
penjelasan secara rinci tidak membahayakan.
Contoh
Secara global: saya berniat shalat di Masjid Almaktoum
Secara rinci: saya berniat shalat di Masjid Almaktoum di desa Clburuy d
Bogor
2. Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan
secara rinci maka ketika terdapat kesalahan dalam penjelasan secara rind
membahayakan / merusak.
Contoh: Seseorang berniat melaksanakan shalat jenazah untuk laki-lak
tetapi setelah shalat selesai dia baru mengetahui bahwa jenazahnya adala
perempuan, maka diwajibkan untuk mengulanginya. ( karena penjea
yang diminta secara umum)
Post a Comment for "Qoidah 1: Setiap Perkara Tergantung Maksudnya"