Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cayaha Dalam Konsepsi Al-Qur’an


Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik menjadi sumber berjalannya kehidupandi bumi bahkan di seluruh jagat raya ini. Tanpa ada cahaya kehidupan juga tidak ada, karenacahaya merupakan syarat/diperlukan dalam proses fotosintesis tumbuhan. Jika tidak adafotosintesis maka tumbuhan akan mati, jika tumbuhan mati maka hewan dan manusia juga akan mati. Cahaya dapat digunakan untuk melihat, belajar, mengembangkan ilmu pengetahuan,menggunakan peralatan-peralatan, dapat mengukur jarak antar benda-benda angkasa, mengukurkedalaman laut, bahkan dapat mengintip benda angkasa yang tersembunyi di jagat raya yangsangat luas ini. Dengan cahaya dapat melihat isi perut manusia, bayi dalam kandungan, kondisiotak yang ada di kepala, patahnya tulang, struktur atom benda padat, bahkan benda yangberukuran mikroskopis seperti sel, bakteri, dan benda-benda mikro lainnya.

konsepsi cahaya
Konsepsi Cahaya Dalam Al-Qur'an

Makna An-Nur (Cahaya) dalam Al-Qur’an

1.     An-Nur Sebagai Cahaya Untuk Melawan Kesesatan

Dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang selalu disandingkan dengan az-dzulumat yang artinya kegelapan dan jika dilihat dari segirelasi makna, kata az-dzulumat merupakan lawan dari kata An-Nur. Berikut adalah contoh ayat yang menggunakan An-Nuur dan az-Dzulumat :

اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah :257)

Terdapat beberapa mufassir yang telah menafsirkan makna kata An-Nur dengan konteks sebagai lawan dari kata ad-dzulumat. Diantaranya adalah Ibnu Katsir yang menafsirkan bahwa yang dimaksu dengan ad-dzulumat adalah jalan kekufuran dan kesubhatan yang bertentangan dengan agama.

2.     An-Nur Sebagai Agama Allah

Selanjutnya adalah kata An-Nur adalah sesuatu yang datang dari Allah. Berikut adalah contoh ayat yang menggunakan kata An-Nur sebagai karunia Allah:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاۤءَكُمْ بُرْهَانٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكُمْ نُوْرًا مُّبِيْنًا

“Wahai manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur'an)”. (An-Nisa : 176)

Wahbah Zuhaili menafsirkan bahwasanya An-Nur yang disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 174 adalah Al-Qur’an. Cahaya yang nyata adalah mukjizat nabi Muhammad SAW yang paling utama, yaitu Al-Qur’an. Disebut cahaya karena menjelaskan hukum-hukum syariat yang benar, petunjuk bagi kesesatan menuju cahaya. Al-Qur’an adalah cahaya yang nyata dengan kata lain terang benderang laksana mentari.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata An-Nur dengan konteks cahaya yang berasal dari Allah, dapat dimaknai sebagai kitab Allah atau agama Allah. Dan kedua arti tersebut juga akan merujuk pada arti iman dan petunjuk. Artinya, dengan agama Allah yang disempurnakan dengan mukjizat nabi Muhammad yaitu Al-Qur’an, di dalamnya akan didapati iman serta petunjuk dari Allah SWT.

3.     Allah Sebagai An-Nur

Dalam Al Qur'an surat An-Nur ayat 35 Allah berfirman :

اَللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ مَثَلُ نُوْرِهٖ كَمِشْكٰوةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌۗ اَلْمِصْبَاحُ فِيْ زُجَاجَةٍۗ اَلزُّجَاجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَّلَا غَرْبِيَّةٍۙ يَّكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْۤءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌۗ نُوْرٌ عَلٰى نُوْرٍۗ يَهْدِى اللّٰهُ لِنُوْرِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nur :35)

Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah Swt sebagai “An-Nur” sebagaimana dalam ayat “Allah Nur al-Samawat wa al-Ardh”, maka yang dimaksud bukanlah cahaya yang kasat mata. Yang dimaksud cahaya di sini adalah bahwa Dzat Ilahi, adalah dzat yang nampak dan menampakkan, terang dan menerangi, tampak dan terangnya segala sesuatu bersumber dari pancaran Dzat-Nya, akan tetapi Dia sendiri adalah tampak dan benderang, tiada sesuatu yang membuatnya nampak dan benderang. Dengan demikian, dengan demikian dapat dikatakan “Tuhan adalah Cahaya.” Dari pemaparan diatas, sudah jelas bahwa apabila dikatakan “Allah Cahaya langit dan bumi” maka hal itu bermakna bahwa Allah itu terang dan menerangi. Pencipta langit dan bumi, redaksi langit-langit dan bumi menandakan seluruh semesta, keberadaan, seluruh makhluk yang tinggi dan rendah, alam ghaib dan alam dunia.

Pada ayat tersebut juga terdapat kalimat “nur ‘ala nur”, bahwa kalimat tersebut bermaksud untuk menjelaskan bahwa Allah adalah cahaya di atas cahaya yang lainnya seperti, iman, huda, ilmu, al-Qur’an. Dan Allahlah cahaya terbesar itu, karena cahaya yang disebut di atas adalah cahaya yang mengadopsi cahaya Tuhan, artinya iman, huda dan al-Qur’an semuanya berasal dari Allah. Dan Allahlah yang mempunyai derajat tertinggi seperti yang terdapat pada perumpamaan bahwa Nuur seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.

Dalam ayat ini telah disimpulkan bahwa Allah sebagai Cahaya, Cahaya di sini berbeda dengan maksud cahaya pada ayat lainnya yang sifatnya non materil dan tidak mengadopsi cahaya dari yang lainnya. Hal ini menunjukkan kebesaran Allah SWT yang mengatur alam semesta, Cahaya di atas cahaya, tidak ada yang menandingi segala sesuatu dari Allah. Bahkan segala sesuatu yang dimaksud sebagai cahaya bersumber dari Cahaya yang haqiqi, yaitu Allah.

Baca Juga : Meluruskan Niat Untuk Raih Kesuksesan

Kesimpulan

Sebagaimana dijelaskan di dalam uraian di atas dengan sejumlah data tekstual yang berasal dari Al-Qur’an, disimpulkan bahwa kata An-Nur memiliki makna yang berbeda beda. Peneliti mengelompokkan makna kata tersebut menjadi tiga kategori, yaitu;

(1) An-Nuur atau cahaya untuk melawan kesesatan,

(2) An-Nur sebagai agama Allah,

(3) Allah sebagai An-Nuur.

Setiap poin dari kategori tersebut mempunyai penafsiran makna. Yang pertama, An-Nur sebagai lawan dari kata ad-dzulumat banyak diartikan sebagai iman, tauhid, ilmu, petunjuk, jalan lurus, dan ketaatan. An-Nur juga merupakan hasil transformasi dari ad-dzulumat atau kegelapan yang menandakan Allah selalu menunjukkan hambanya pada jalan yang benar. Yang kedua An-Nur yang datang dari Allah banyak diartikan sebagai Al-Qur’an yaitu mukjizat Nabi Muhammad yang paling sempurna serta agama Allah yaitu Islam.

Dan yang ketiga Allah sebagai An-Nur, merupakan puncak dari makna An-Nur. Allah adalah Cahaya diatas cahaya yang telah disebutkan, di atas seluruh alam semesta, Maha Kuasa atas segala-galanya. Pernyataan tersebut dapat diperkuat dengan bentuk singular atau mufrod kalimat tersebut. Di dalam Al-Qur’an tidak ada kata An-Nur dalam bentuk jama’, padahal berkali kali disebutkan Ad-Dzulumah sebagai lawannya dalam bentuk jama’, yaitu Ad-Dzulumah. Hal ini menandakan kekuasaan Allah SWT sebagai Tuhan semesta Alam.


Post a Comment for "Cayaha Dalam Konsepsi Al-Qur’an"