Pendidikan Karakter : Peran Guru Didalamnya Serta Relasi Guru Murid dan Ilmu
Dalam konteks Indonesia, problematika pendidikan adalah salah satu carut marut krisis multidimensi yang tidak kunjung henti dan berdampak pada krisis ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Kondisi ini dikhawatirkan melahirkan benih-benih disintegrasi bangsa, mengandung potensi konflik krusial (latent social conflict), dan mengganggu persatuan. Itu sebabnya kemudian gagasan "Program Pendidikan Karakter" diteriakkan kembali setelah tenggelam oleh modernisme, globalisme, westernisme, dan HAM yang berakibat pada hilangnya jati diri dan lepas dari nilai budaya Indonesia yang religius, suka bermusyawarah, gotong royong, dan seterusnya.
Di samping itu, ada beberapa aliran pemikiran yang juga turut menyurutkan pendidikan karakter, antara lain:
Pertama, logika positivisme, yang menyatakan bahwa tidak ada kebenaran moral dan tidak ada sasaran benar dan salah.
Kedua, pemikiran relativisme, yang memandang bahwa semua nilai adalah relative.
Ketiga, paham personalisme, yang menyatakan setiap individu bebas untuk memilih nilai-nilainya sendiri dan tidak bisa dipaksa oleh siapapun.
Keempat, paham sekularisme, yang mempertanyakan nilai-nilai siapakah yang harus diajarkan.
Padahal karakter suatu bangsa terkait dengan prestasi yang diraih bangsa tersebut, sebagaimana dicapai China yang menitikberatkan pada perbaikan akhlak melalui proses: 1) Knowing the good (mengetahui kebaikan), 2) Loving the good (mencintai kebaikan), dan 3) Acting the good (melakukan kebaikan). Proses pendidikan yang melibatkan semua ranah dalam teori "Taxonomi Bloom", yaitu: aspek kognitif (al tarbiyah al-'aqliyah), aspek afektif (al tarbiyah al-khuluqiyah), dan aspek psikomotorik (al-tarbiyah al-jismiyah).
Peradaban itu dibangun di atas tiga pilar, yaitu: al-mal (ekonomi), al-jaysy (tentara), dan al-'ilm (pendidikan). -Ibnu Khaldun
"Karakter pada intinya bermakna watak sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dalam Bahasa Arab disinonimkan dengan "al akhide. Adapun pendidikan karakter sendiri sebagaimana didefinisikan oleh David Elkind & Freddy Sweet, Ph.D. adalah: "Character education is the deliberate effort to cultivate virtue that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society." (Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sada untuk mewujudkan kebajikan, yai kualitas kemanusiaan yang baik seca objektif, bukan hanya baik untu individu perseorangan, tetapi juga ba untuk masyarakat secara keseluruhan).
Relasi Guru murid dan ilmu
Ketika prof Dr Haji Mahmud Yunus menegaskan bahwa pendidikan adalah pengaruh yang dipilih untuk membantu perkembangan fisik intelektual dan moral anak didik. Persoalannya adalah dari mana kita memulai? Prof. DR. Mohammad Natsir sangat yakin bahwa: "suatu bangsa tidak akan maju sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya." Guru yang dimaksud Natsir adalah para pemimpin, orang tua, dan pendidik yang siap menjadi sosok yang "digugu" (didengar) dan "ditiru" (dicontoh). Yaitu guru profesional yang punya kemampuan melaksanakan tugas "tepat waktu" dan "tepat guna" berdasar panggilan nurani, bukan sebatas melaksanakan instruksi. la harus mengerti: Mengapa menjadi guru? Karakter apa yang harus dimiliki guru? Apa yang akan diberikan kepada anak didik? Dan hasil apa yang diharapkan?
Baca Juga : 3 Tingkatan Penuntut Ilmu
Itulah sebabnya, mengajar tidak sebatas transformasi ilmu pengetahuan dari otak guru ke otak murid. Hakikat mengajar adalah menghembuskan nilai-nilai perjuangan sehingga menghasilkan anak didik yang berkarakter pejuang. Berjuang berarti menegakkan agama Allah, meneruskan perjuangan Rasulullah, dan mengisi negeri ini sebagaimana diimpikan para founding father berupa negara yang berketuhanan, berprikemanusiaan, berkesatuan, bijaksana dan suka bermusyawarah, serta menjunjung tinggi keadilan bagi seluruh rakyat. Mengajar adalah berdakwah menyampaikan wahyu Allah yang menjadi misi Rasulullah SAW. Maka, jika guru menginginkan kebaikan profesinya itu, harus ada sinergi antara diri dengan Tuhannya. Karena Allâh munqalib al-qulub (Allah yang mengubah hati-hati itu). Artinya, antara guru, anak didik, dan materi haruslah mengacu kepada nilai-nilai tauhidiyah ilahiyah, sebagaimana tercermin dalam bagan berikut:
Melalui konsep ini, relasi guru, murid, dan ilmu dalam kaitan dengan tujuan pendidikan (hadaf al-tarbiyah) akan banyak bergantung kepada akar masalah, yaitu Tauhidullah. Tauhid meniscayakan adab antara khaliq dan makhluq. Artinya, guru beradab yang menyampaikan ilmu yang diridhoi Allah akan menghasilkan anak didik yang berbudi pekerti luhur. Sehingga ketika Prof. DR. Syed Naquib al-Attas tidak sepakat dengan istilah "tarbiyah" untuk pendidikan. Tapi lebih memilih istilah "ta'dib". Karena problem terbesar umat Islam adalah lose of adab (hilang adab).
Rasulullah bersabda mengenai pendidikan yang diberikan Allah kepada dirinya: kama addabani rabbi fa ahsana ta'dibi. Artinya sebagaimana Tuhanku mendidikku dengan sebaik-baik pendidikan (HR. Bukhari).
Tujuan dari ilmu adalah mengamalkannya. Ilmu yang hakiki adalah merefleksikannya di dalam kehidupan, bukan yang bertengger di kepala. -Imam Syafi'i
Karenanya, sinkronisasi kesembilan karakter dasar, sebagaimana dirumuskan oleh Indonesia Heritage Foundation, yaitu:
- Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya.
- tanggung jawab, disiplin, dan mandiri.
- jujur
- hormat dan santun
- kasih sayang, peduli, dan kerja sama.
- percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah
- keadilan dan kepemimpinan
- baik dan rendah hati.
- toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Guru dan Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Beberapa falsafah dalam pendidikan seperti: "mendidik adalah mengajak, bukan menyuruh"; "tiada pendidikan tanpa suri tauladan"; menghentak kita untuk kembali menoleh pada diri sendiri lalu bertanya: "Who am I ? Iman ana ?'. Ini penting karena pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti rasanya akan jauh panggang dari api bila jati guru belum menjadi ideal proto type (contoh sempurna) dalam penerapan karakter. Maka ketika pertanyaan-pertanyaan fundamental itu diajukan, akan banyak jawaban filosofis yang membutuhkan uraian sekaligus penyadaran. Karena guru adalah manusia teladan yang mempunyai sesuatu yang berharga, sehingga murid ingin mendapatkan ilmu baru, pengalaman baru. keteladanan baru, dan seterusnya.
Guru itu di mana-mana tetap guru yang konsekuensinya harus menjaga dirinya. Guru harus berbesar hati tidak boleh putus asa. Karena guru yang berkecil hati, minder, terpengaruh oleh keadaan diri dan lingkungannya, bukan hanya tidak baik, akan tetapi berbahaya bagi masa depan murid. Guru harus selalu siap membimbing, mengarahkan, dan bersikap adil dengan bersikap ubuwwah (laksana ayah). Guru hanya memohon kepada Allah, tidak minta apapun dari anak didik. Ia harus ikhlas, mempunyai dedikasi, dan loyalitas tinggi. Guru bukan sebatas sayang pada murid, tetapi menjadikan murid rajin dan sungguh-sungguh belajar karena mendapat kasih sayang darinya. Guru yang hilang ilmu dan wibawanya yaitu apa yang diajarkan ternyata tidak mendatangkan manfaat, hilang begitu saja. Akhirnya bukan hanya ilmunya yang hilang, tapi gurunya sudah dianggap tiada. Wujuduhů ka 'adamihi/keberadaannya dianggap telah tiada. Murid tidak lagi menggubris gurunya, nasihatnya tidak didengar, dan wibawanya hancur.
Mengajar merupakan amanah. Barang siapa melaksanakan amanah, dia mukmin. Yang mengkhianatinya, dialah munafik. Apa yang terjadi kepada bangsa Indonesia hari ini adalah sebagian buah dari apa yang dilakukan kita. Jika ingin mengetahui masa lalu, lihat apa yang kita terima hari ini. Dan jika ingin tahu masa depan, tanyakan apa yang kita lakukan saat ini. Kita menuai apa yang kita tabur.
Wallahu a'lam bi al-shawab.
Post a Comment for "Pendidikan Karakter : Peran Guru Didalamnya Serta Relasi Guru Murid dan Ilmu"