Tasawuf Falsafi dan Pemikiran Tokohnya Bag. 2
Ar-Rasyiid - Melanjutkan Artikel sebelumnya juga, yang menuliskan tentang Tasawuf Falsafi dan pemikiran tokohnya, pada tulisan kali ini bagaimana pemikiran dari ibnu arabi dan jalaluddin Rumi. jika belum mengetahui apa itu tasawuf falsafi silahkan baca artikel sebelumnya Tasawuf Falsafi dan Pemikiran Tokohnya
Ibnu Arabi
Ajaran utama Tasawuf Falsafi Ibnu Arabi adalah tentang wahdah al-wujud (kesatuan wujud). Walaupun sebenarnya ajaran tersebut bukan dari beliau, tetapi dari Ibnu Taimiyyah. Menurut Ibnu Arabi, kata wujud hanya untuk Tuhan. Tetapi, Ibnu Arabi juga menggunakan kata wujud untuk sesuatu selain Tuhan. Namun, ia mengatakan bahwa wujud yang ada pada alam adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya. Dalam kitab Al-Futuhat Al-Makkiyah beliau mengatakan bahwa Allah adalah wujud mutlak, yaitu Zat yang mandiri, yang keberadaannya tidak disebabkan oleh suatu sebab apapun itu.
Menurut beliau ada lima tingkatan tajalli dan tamazzul Tuhan, diantaranya adalah:
- Tajalli Zat Tuhan dalam bentuk al-‘ayan as-sabitah yang disebut dengan ‘alam al-ma’ani.
- Tamazzul Zat Tuhan dari a’lam al-ma’ani kepada realitas rohaniah yang disebut dengan ‘alam arwah.
- Tamazzul Zat Tuhan dalam rupa realitas an-nafsiyyah yang disebut dengan an-nafsiyyah.
- Tamazzul Zat Tuhan dalam bentuk jasad tanpa materi yang disebut dengan ‘alam mitsal.
- Tamazzul Zat Tuhan dalam bentuk jasad bermateri yang disebut dengan ‘alam al-ajsam al-madiyyah atau ‘alam al-hissi atau ‘alam asy-syahadah.
Kemudian dalam ajaran beliau juga ada Insan Kamil, ini merupakan sebuah nama yang digunakan kaum sufi untuk seorang muslim yang telah sampai ke tingkat tertinggi., yang disebut fana’ fillah. Menurut beliau, insan kamil tidak dapat dipisahkan kaitannya dengan nur Muhammad. Menurutnya, ada beberapa jalan yang harus dilalui untuk mencapai ke tingkat insan kamil melalui pengembangan dzauq, yaitu:
- Fana, yaitu sirna di dalam wujud Tuhan hingga kaum sufi menjadi satu dengan-Nya.
- Baqa, yaitu kelanjutan wujud bersama Tuhan sehingga dalam pandangannya wujud Tuhan ada pada kesegalaan ini.
Jalaluddin Rumi
Jalaluddin Rumi lahir kota di Balkh yang sekarang disebut Afghanistan, pada tahun 604 H/1207 M. Ayah beliau bernama Baha Walad, seorang da’i, ahli fiqih, dan sufi yang menempuh jalan rohani. Jalaluddin Rumi wafat pada tahun 1274 M di Konya. Karya beliau yang terkenal adalah sebuah buku yang sudah banyak diterjamahkan kedalam beberapa bahasa yang berjudul “Fi Hii Ma Fihi”.
Dalam ajaran tasawuf beliau Cinta Ilahi merupakan pusat pemikiran jalaluddin Rumi, yaitu mengenai hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Tetapi sebelum membahas ajaran cinta ilahi juga membahas tentang Keterbatasan Akal, Jalaluddin Rumi menilai akal melalui dua perspektif.
- Akal merupakan kapasitas yang memiliki tugas yang menakjubkan.
- Pada level akal yang lebih tinggi ialah untuk mendekat kepada Tuhan.
Akal memiliki kelemahan tersendiri. Pada level pertama, akal adalah sebuah anugerah tuhan yang sangat berharga yang mampu membedakan manusia dengan binatang. Dengan akal manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya agar menjadi seorang makhluk yang unggul. Menurut beliau, akal juga merupakan sebuah cahaya sakral yang mengalir dalam hati.
Namun pada level yang lebih tinggi, akal tidak mampu membawa kita memasuki misteri ketuhanan, memasuki gerbang cinta Tuhan. Dalam perspektif Rumi, keterbatasan akal terungkap secara simbolis melalui kisah Mi’raj Nabi Muhammad Saw. ketika sampai di hadapan kehadiran Tuhan.
Selanjutnya ajaran beliau tentang Kekuatan Cinta Ilahi, dalam perspektif Jalaluddin Rumi, cinta merupakan keindahan, dan suka cita yang mengiringinya merupakan jantung dan sumsum agama. Hampir di setiap karya-karyanya, beliau menuliskan tentang keistimewaan cinta dengan berbagai ungkapan yang metaforis.
Menurut Jalaluddin Rumi ada dua macam bentuk cinta:
1. Cinta imitasi (isyq majazi), adalah cinta kita kepada lawan jenis dan segala bentuk keindahan lainnya selain Tuhan. Cinta imitasi bersifat semu, sementara, dan menorehkan kekecewaan bagi siapa pun yang memilikinya.
2. Cinta sejati (isyq haqiqi), adalah cinta kita kepada Tuhan Semata. Bersifat hakiki, abadi, dan membuahkan kebahagiaan bagi siapa pun yang mencarinya.
Dalam pandangan Jalaluddin Rumi, kekuatan cinta yang sanggup menangkap pengalaman ketuhanan secara utuh adalah melalui wadah hati dengan dua fungsi utama. Pertama, hati sebagai cermin yang harus digosok supaya mengkilap yakni hati harus menjalani asketisme keras untuk jangka waktu yang lama. Pada akhirnya, dalam cermin itu akan terlihat refleksi bercahaya Tuhan sehingga pencinta dan Yang Dicinta seakan-akan menjadi cermin bagi satu sama lain. Kedua, cinta Tuhan akan menyapa kita, bila kita melakukan penyucian hati; mengosongkan rumah kalbu dari segala sesuatu selain-Nya semata.
Wallahu 'Alam Bis Shawaab
Post a Comment for "Tasawuf Falsafi dan Pemikiran Tokohnya Bag. 2"