Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tasawwuf Akhlaqi dan Pemikiran Tokohnya

Pengertian Tasawwuf Akhlaqi

Tasawuf Akhlaqi adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengetahuan sikap, mental dan tingkah laku, agar mencapai kebahagiaan yang optimal. Manusia harus bisa mengidentifikasikan dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang berakhlak mulia yang dalam ilmu tasawuf dengan takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dari sifat-sifat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur bagi yang telah bersih) sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan. Dapat dikatakan bahwa tasawuf akhlaqi ini merupakan pola tasawuf yang ajaran ajarannya kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah.

Tokoh dan Pemikirannya

Dalam setiap pemikiran tasawuf pasti ada tokoh-tokoh yang melahirkan pemikiran tersebut, berikut ini beberapa tokoh Tasawwuf akhlaqi serta pemikiran-pemikiran nya:

Al-Kalabadzi

Nama aslinya adalah Abu Bakar Al-Kalabadzi, dalam pemikiran Tasawuf Akhlaqi-nya terdapat 10 maqamat yang ada di dalam kitabnya, yaitu:

Pertama, tobat (al-taubah). Bagi al-Kalabadzi tobat adalah seseorang yang telah melupakan dosanya, dalam arti ia telah melupakan segala manisnya dosa sama sekali dalam hatinya. Karena itu, orang yang telah bertobat atau tobatnya diterima, tidak tertarik lagi pada dosa yang pernah ia lakukan. Kedua, zuhud (al-zuhd). Dari beberapa definisi zuhud yang dikutip Al-Kalabadzi, dapat disimpulkan bahwa zuhud adalah cara hidup yang bersahaja. Adapun keutamaan seorang zahid adalah bahwa tidak ada yang bisa memilikinya kecuali Tuhan. Ketiga, sabar (al-sabr). Salah satu arti sabar yang dikutp Al-Kalabadzi adalah "pengharapan akan kesenangan atau kegembiraan dari Allah dan ini merupakan pengabdian yang paling mulia. Keempat, kefakiran (al-faqr). Kefakiran diartikan sebagai seseorang tidak patut mencari yang tiada. Kefakiran yang lebih tinggi ialah bahwa ia merupakan ketiadaan dari setiap benda yang ada dan meninggalakan segala sesuatu yang bisa hilang. Kelima, rendah hati (al-tawadhu'). Salah satu pengertian rendah hati yang dikutip Al-Kalabadzi adalah "kehinaan atau kerendah hatian kepada Dia yang mengetahui yang gaib".

Keenam, takwa (al-taqwa). Menurut Kalabadzi menghindari apa yang dilarang dan memutus hubungan dengannya dari jiwa. Ketujuh, tawakkal (al-tawakkal). Menurut Al-Kalabadzi tawakkal adalah meninggalkan segala daya dan upaya dengan mengatakan "la haula wa la quwwata illa billah". Kedelapan, ridha (al-ridha). Ridha adalah diamnya hati dalam guratan nasib. Kesembilan, cinta (al-mahabbah). Al-Junayd berkata, "cinta adalah kecondongan hati yakni kecondongan hati kepada Allah dan segala sesuatu yang menyangkut Allah tanpa upaya apapun". Terakhir, ma'rifat (al-ma'rifah). Menurut salah seorang sufi ma'rifat ada dua macam. Pertama, ma'rifat kebenaran, yaitu menyatakan keesaaan Tuhan atas sifat-sifat-Nya, sedangkan ma'rifat kedua adalah ma'rifat di mana tidak ada cara apapun untuk mencapai ma'rifat tersebut.

Al-Qusyairi

Tasawwuf Akhlaqi dan Pemikiran Tokohnya

Menurut Qusyairi dalam kitabnya Al-Risalat Al-Qusyairiyyah, dalam pemikiran Tasawuf Akhlaqi-nya maqamat terdiri dari tobat, wara', zuhud, tawakal, sabar dan ridha. Pertama, tobat. Menurut Qusyairi tobat adalah kembali, yaitu kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara' menuju sesuatu yang diridhai oleh-Nya. Syarat yang harus dipenuhi agar tobatnya diterima ialah menyesali pelanggaran yang telah dilakukan dan berkomitmen untuk tidak kembali kepada kemaksiatan. Kedua, wara'. Wara' menurut Abu 'Ali Daqqaq adalah "meninggalkan apapun yang syubhat". Ibrahim ibn Adham mengatakan wara' yaitu "meninggalkan segala sesuatu yang meragukan, segala sesuatu yang tidak berarti dan apa pun yang berlebihan". Ketiga, zuhud. Zuhud yang dimaksud di sini adalah zuhud terhadap dunia (al-zuhd fi al-dunya). Zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi untuk kemudian tidak peduli dengan mereka yang mengambilnya. Buah dari zuhud adalah kedermawanan. Adapun indikator orang zuhud adalah adanya sikap tenang ketika berpisah dengan harta yang dimilikinya. Keempat, tawakkal. Menurut Abu Sahl bin Abdillah, tawakkal adalah "menyerahkan diri kepada Allah dalam apapun yang dikehendaki oleh Nya".

Kelima, sabar. Al-Qusyairi membagi sabar menjadi dua bagian, yaitu sabar terhadap apa yang diupayakan dan sabar terhadap apa yang tidak diupayakan. Sabar yang diupayakan yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah dan sabar dalam menjauhi larangan-Nya. Sedangkan sabar yang tidak diupayakan adalah kesabaran dalam menjalani ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaan baginya. Keenam, ridha. Al-Qusyairi mengatakan bahwa awal ridha adalah sesuatu yang dicapai oleh sang hamba dan merupakan maqam, tetapi pada akhirnya ridha merupakan keadaan rohani (hal) dan bukan sesuatu yang diperoleh dengan upaya manusia.

Baca Juga : Definisi dan Perbedaan Antara Syariat, Thariqat, Haqiqat, dan Ma’rifat

Al-Ghazali

Tasawwuf Akhlaqi dan Pemikiran Tokohnya

Dalam buku Ihya' 'Ulum Al-Din, Al-Ghazali menyebut beberapa maqamat Tasawuf Akhlaqi antara lain adalah tobat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakkal, mahabbah dan ridha. Pertama, tobat. Menurut Al-Ghazali tobat adalah penyesalan. Kedua, sabar. Al-Ghazali berpendapat bahwa ada dua macam sabar yaitu sabar yang berkaitan dengan fisik, seperti ketabahan dan ketegaran memikul beban dengan badan. Sedangkan sabar yang kedua disebut dengan kesabaran yang terpuji dan sempurna, yaitu kesabaran yang berkaitan dengan jiwa dalam menahan diri dari berbagai keinginan tabiat atau tuntutan hawa nafsu. Ketiga, kefakiran. Kefakiran diartikan oelh Al-Ghazali sebagai ketak tersedianya apa yang dibutuhkan. Maka dalam arti ini, seluruh wujud selain Allah adalah fakir karena mereka membutuhkan bantuan Tuhan untuk kelanjutan wujudnya. Keempat, zuhud. Zuhud didefiniskan sebagai tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian atau celaan karena keakrabannya dengan Tuhan. Kelima, tawakkal. Tawakkal artinya menyerahkan urusan kepada seseorang, yang kemudian disebut wakil dan memercayakan kepadanya dalam urursan tersebut.

Tentu saja seseorang tidak akan menyerahkan urusan kepada orang lain kecuali ia merasa tenang dengannya, percaya dan mempercayakan kepadanya baik dari sudut ke-tsiqah-annya maupun kecakapannya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah tawakkal kepada Allah, Wakil yang sangat dapat dipercaya, Maha Kuasa dan mempunyai kecakapan yang tiada batasnya. Keenam, cinta llahi/mahabbah. Menurut Al-Ghazali orang yang mencintai sesuatu, yang tidak punya keterkaitan dengan Allah, maka orang tersebut melakukannya karena kebodohan dan kurangnya dalam mengenal Allah. Adapun cinta kepada selain Allah tetapi masih terkait dengan Allah, maka hal tersebut masih dipandang baik. Misalnya, cinta kepada Rasulullah adalah terpuji karena cinta ini merupakan buah kecintaan kepada Allah. Cinta kepada siapa pun yang Allah cintai adalah baik, karena pecinta kekasih Allah adalah juga pecinta Allah. Ketujuh, ridha. Maqam terakhir menurut Al-Ghazali adalah ridha.

Post a Comment for "Tasawwuf Akhlaqi dan Pemikiran Tokohnya"