Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hikmah Meneladani Nabi Ibrahim as : Bapak Agama Tauhid

arrasyiid - Ketika seseorang telah mengucapkan ikrar mengimani kalimat tauhid, kemudian mendakwahkannya serta membelanya dengan segenap jiwa dan raga, maka dia harus siap dibakar seperti bapak agama tauhid Nabi Ibrahim as.

Gelar bapak agama tauhid yang disematkan kepada Nabi Ibrahim as itu sesungguhnya bukan hanya karena Nabi Ibrahim as merupakan bapak biologis dari para nabi Semua pembawa agama samawi yang pokok ajarannya tauhid. Nabi Musa as dengan agama Yahudi-nya sebelum terjadi perubahan, Nabi Isa as dengan agama Nasraninya sebelum terjadi perubahan, dan Nabi Muhammad SAW dengan agama Islamnya.

Menjadikan Nabi Ibrahim as sebagai bapak agama tauhid dengan alasan bapak biologis dari nabi-nabi agama Samawi itu tentu bisa diterima, akan tetapi jika hanya karena alasan itu Nabi Ibrahim diberi gelar bapak agama tauhid sepertinya gelar itu tidak mengandung nilai perjuangan dan pengorbanan sehingga alasannya tidak substantif dan heroik.

Alasan yang paling tepat Nabi Ibrahim as diberi gelar bapak agama tauhid tentu berhubungan erat dengan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim as mulai dari proses pencarian Tuhan secara rasional dan empiris dengan mengkaji benda-benda langit hingga sampai pada tahap menemukan serta mengimani keyakinan tauhid yang diperkuat oleh wahyu yang diterimanya dari sisi Allah SWT.

Kemudian dilanjutkan dengan proses mendakwahkan ajaran tauhid kepada orang tua dan kaumnya serta memerangi kemusyrikan tanpa mengenal lelah dan takut yang menyebabkannya ditimpa banyak fitnahan dimana puncak fitnah yang dihadapinya adalah menghadapi kemarahan orang tua dan kaumnya yang bersepakat untuk membununya dengan cara membakarnya hidup-hidup.

Selamat dari fitnah pembunuhan dengan cara dibakar hidup-hidup, fitnah yang menimpa Nabi Ibrahim as ternyata belum selesai, Allah SWT kembali menguji keimanan atau lebih tepatnya menguji ketulusan keimanan Nabi Ibrahim dengan cara memerintahkannya agar menyembelih anak kesayangannya yang sudah sejak lama diharapkannya yakni Nabi Ismail as. Dalam perintah ini Allah SWT sesungguhnya sedang menguji kecintaan Nabi Ibrahim as. Apakah cinta Nabi Ibrahim as lebih besar kepada Allah SWT atau kepada anaknya.

Bagi seorang bapak yang sangat cinta kepada anaknya apalagi anaknya itu anak yang sudah lama didambakannya, tentu lebih mudah baginya memenuhi permintaan untuk membunuh dirinya sendiri daripada memenuhi permintaan untuk membunuh anak kesayangannya.

Tetapi Nabi Ibrahim as mampu menunjukan dan membuktikan bahwa dirinya lebih mencintai Allah SWT melebihi kecintaannya kepada apa pun juga termasuk dari kecintaannya kepada anak kesayangannya. Maka setelah Nabi Ibrahim as mendiskusikan dengan anaknya, tanpa ragu menjalankan perintah Allah SWT dengan menyembelih anaknya.

Karena tujuan dari perintah Allah itu hanya untuk menguji ketulusan iman Nabi Ibrahim, maka ketika Nabi Ibrahim as mampu menunjukkan ketulusan imannya, maka Allah SWT pun mengganti Nabi Ismail as dengan seekor domba saat penyembelihan itu dilakukan sehingga Nabi Ismail as selamat.

Gelar bapak tauhid itu layak diberikan kepada Nabi Ibrahim as karena perjuangan dan pengorbanannya dalam mencari serta mendakwahkan dan menegakkan keyakinan tauhid dengan segala resiko termasuk ketika dirinya harus menghadapi percobaan pembunuhan oleh kaumnya dengan cara dibakar hidup-hidup serta saat harus mengorbankan anak yang dicintai untuk mentauhidkan Allah.

Ketika keyakinan tauhid sudah menghujam ke dalam jiwa seseorang maka keyakinan tauhid itu tidak akan bisa dimusnahkan dengan cara apa pun apalagi hanya dengan cara-cara intimidatif bahkan dengan cara persuasif sekalipun. Maka cara mudah untuk memusnahkan keyakinan tauhid di dalam jiwa itu dengan cara memusnahkan tubuh dimana jiwa itu bertempat.

Cara memusnahkan tubuh tentu lebih mudah dan banyak. Cara yang dianggap paling menyakitkan sekaligus menakutkan dalam memusnahkan tubuh itu dengan cara dibakar hidup-hidup sebagaimana yang ditimpakan kepada Nabi Ibrahim as dan cara ini juga yang nanti diterapkan di neraka bagi para pendosa. Tetapi keyakinan tauhid itu ibarat besi baja semakin dibakar dan ditempa akan semakin kuat dan tajam dan juga seperti butiran emas semakin dibakar akan menjadi semakin murni.

Keyakinan tauhid itu semakin diterpa fitnahan akan semakin baik kualitasnya, akan semakin kuat dan kokoh, akan semakin murni dan bersih. Karena itu walaupun pembakaran fisik Nabi Ibrahim as itu oleh pelaku kesyirikan, kekufuran, kezaliman, kemungkaran dan kemaksiatan dimaksudkan untuk memusnahkan tubuh tetapi itu hakikatnya bentuk pembakaran hati yang justru memperkuat serta mempertebal keyakinan serta semangat dan keberanian jiwa Nabi Ibrahim as dalam memeluk dan mendakwahkan keyakinan tauhid. 

Oleh karena itu fitnahan itu menjadi santapan rutin para Nabi Allah SWT bukan hanya dialami oleh Nabi Ibrahim as sekalipun bentuk fitnah yang menimpa tiap-tiap Nabi Allah SWT itu berbeda bentuknya tetapi tujuan dari yang menimpakannya sama yaitu untuk menghentikan langkah dakwah para Nabi.

Oleh karena itu setiap muslim yang sudah memilih dakwah sebagai jalan hidupnya karena menerima dan mengemban warisan tugas para Nabi Allah SWT, maka harus siap dengan segala bentuk fitnah yang akan menimpanya mulai yang paling ringan sampai yang paling berat. Pendek kata, berdakwah di jalan kebenaran secara konsisten dan konsekuen serta lurus dan tulus, harus siap menerima konsekuensi terburuknya dibakar sebagaimana Nabi Ibrahim as dibakar hidup-hidup.

Selain itu harus siap juga akan suatu kenyataan yang dihadapi bahwa fitnah itu pertama kali muncul justru dari orang-orang terdekat sebagaimana yang dialami oleh para Nabi Allah SWT dimana beban dan kesulitan menghadapinya lebih berat bagi jiwa dibandingkan menghadapi fitnah dari orang lain seperti tetangga, teman main, serta rekan atau atasan kerja.

Fitnah yang menimpa Nabi Ibrahim as datang dari ayah. Fitnah yang menimpa Nabi Luth datang dari istrinya. Fitnah yang menimpa Nabi Nuh as datang dari istri dan anaknya. Fitnah yang menimpa Nabi Musa as datang dari orang tua angkatnya. Fitnah yang menimpa Nabi Yusuf as datang dari saudara dan majikannya. Fitnah yang menimpa Nabi Muhammad SAW datang dari pamannya. 

Maka cukuplah jadikan Allah sebagai penolong dan pelindung. Yakinlah usaha sampai dengan tetap mencita-citakan hidup dan mati dalam keadaan mulia di hadapan Allah SWT. Tetaplah berdakwah selama hayat dikandung badan. Sebab siapa yang membela agama dengan sepenuh jiwa akan mulia dan terhormat di dunia dan akhirat, sebaliknya siapa yang membeli dunia dengan agama akan hina dan nista di dunia dan akhirat.

Post a Comment for "Hikmah Meneladani Nabi Ibrahim as : Bapak Agama Tauhid "