Revolusi Pendidikan Abad 19 : Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
Ar-Rasyiid - Muhammad Abduh adalah seorang tokoh yang berpengaruh dalam sejarah peradaban Islam pada awal abad ke-19. Selain dikenal sebagai seorang ulama dan reformis, ia juga memiliki pemikiran yang unik dan progresif dalam bidang pendidikan. Dalam pemikirannya, Abduh memandang pendidikan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi umat dan membangun masyarakat yang lebih adil dan makmur.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan dan pembangunan suatu bangsa. Dalam perjalanan sejarah, terdapat beberapa perubahan besar dalam sistem dan pendekatan pendidikan, salah satunya adalah revolusi pendidikan pada abad 19. Dalam revolusi pendidikan abad 19, terdapat beberapa tokoh yang memberikan pemikiran dan kontribusi besar bagi perkembangan pendidikan, salah satunya adalah Muhammad Abduh.
Artikel ini akan mengkaji pemikiran pendidikan Abduh dan bagaimana pemikirannya mempengaruhi perkembangan pendidikan di dunia.
Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh (1849 - 11 Juli 1905) merupakan seorang ilmuwan Muslim, Mufti Mesir, pembaharu liberal, pendiri Modernisme Islam dan seorang tokoh penting dalam teologi dan filsafat yang menghasilkan Islamisme modern.
Nama lengkap beliau adalah Muhammad Abduh Ibn Hasan Khair Allah, dilahirkan pada tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr daerah kawasan Sibrakhait Provinsi al-Bukhairoh Mesir. Ayahnya Hasan Khairullah berasal dari Turki. Ibunya bernama Junainah berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke suku bangsa yang sama dengan khalifah Umar bin Khattab. Kelahiran Muhammad Abduh diiringi dengan kekacauan yang terjadi di Mesir. Pada waktu itu, penguasa Muhammad Ali mengumpulkan pajak dari penduduk desa dengan jumlah yang sangat memberatkan. Akibatnya penduduk yang kebanyakan petani itu kemudian selalu berpindah-pindah tempat untuk menghindari beban-beban berat yang dipikulkan atas diri mereka itu. Orang tua Muhammad Abduh juga demikian. Ia selalu pindah dari satu tempat ketempat lainnya. Itu dilakukannya selama setahun lebih. Setelah itu barulah ia menetap di Desa Mahallat al-Nasr. Di desa ini ia membeli sebidang tanah.
Awal pendidikan Muhammad Abduh dimulai dengan berguru pada ayahnya dirumahnya sendiri. Pelajaran pertama yang didapat ialah membaca, menulis dan menghafal Al-Quran. Selanjutnya Ayahnya mengirim Muhammad Abduh kesuatu tempat pendidikan pengafalan al-Qur’an untuk menimba ilmu pengetahuan dan ia mampu menyelesaikan hafalalannya sampai 30 juz setelah dua tahun berlalu ketika usianya baru berumur 12 tahun.
Kemudian pada usia 14 tahun ayahnya mengirim ke sebuah sekolah di Tanta untuk belajar di Madrasah belajar ilmu agama (Fiqih dan Bahasa Arab), selain itu ia juga memantapkan hafalan Al-Qurannya. Setelah belajar selama 2 tahun Muhammad Abduh tidak merasakan memperoleh apa-apa dari yang beliau pelajari di madrasah tersebut dan merasa bosan serta kecewa hatinya, dikarenakan sistem pengajaran di Madrasahnya memakai metode hafalan. Karena sifatnya yang kritis beliau dan merasa kurang efektif dengan metode hafalan tersebut Maka dengan perasaan kecewanya itu Muhammad Abduh kembali ke desanya Mahallat Nasr, dan tidak datang lagi ke sekolahnya.
Setahun berikutnya Abduh pada tahun 1966 M/1282 H , ketika Abduh berumur 16 tahun, ia dinikahkan oleh orang tuanya. Namun sang ayah tetap mengharapkan Abduh untuk melanjutkan sekolahnya. Sehingga 40 hari setelah pernikahannya ayahnya memintanya untuk pergi ke sekolahnya lagi di Thantha. Dan akhirnya ia pun berangkat ke Thanta, namun ditengah perjalanan ia berpindah haluan, karena ia tidak bersemangat melihat cara belajar yang membosankan. Abduh mengubah haluannya ke desa Kanisah Urin , tempat tinggal pamannya, syekh Darwis Khadr untuk mengadu nasib. Pamannya ialah seorang Sufi, yang gemar kepada ilmu pengetahuan dan seorang pengikut tarekat Syadziliyah yang memiliki pengetahuan yang luas. Kedatangan Abduh disambut dengan penuh kasih sayang. Darwis memahami maksud anak muda ini, bahkan ia melihat tanda-tanda yang luar biasa dari diri keponakannya itu.
Kemudian pada tahun 1866 ia melanjutkan sekolahnya Universitas Al-Azhar. Di Al-Azhar Muhammad Abduh mengikuti pelajaran dengan seksama Di Universitas ini diantaranya beliau mempelajari ilmu hisab, hikmah, handasah, mantiq, falsafah Islam, ilmu tafsir, hadis, fiqih dan ilmu alat. Namun beliau tidak menemukan sesuatu hal yang baru. Materi dan metode pembelajaranya pun sama seperti yang beliau pelajari di Tanta. Rasa kecewa pun muncul dibenaknya. Kemudian Muhammad Abduh menceritakan kekecewaan yang ada pada dirinya kepada syekh Darwis Khadr pamannya, yang kemudian pamanya menyarankan padanya untuk belajar diluar Al-Azhar. Kemudian beliau belajar ilmu umum lainnya seperti fisafat, logika dan matematika pada Syekh Hasan At-Tawil. Selain mempelajari ilmu pengetahuan ia juga mengamalkan tarekat sufi sebagaimana yang telah diperolehnya dari pamannya Darwis. Muhammad Abduh juga seringkali melakukan ‘uzlah, atau menyendiri untuk menyatukan pikiran dan hatinya pada Allah SWT.
Ketika Muhammad Abduh belajar di Al-Azhar ini beliau belajar dengan seorang tokoh pembaharu umat Islam di tahun 1871 M. yaitu Jamaludin Al-Afgani, seorang tokoh politik dan pembaharu di Mesir. Ia berasal dari Afghanistan dan pernah tinggal di India, Persia dan Mesir. Kesempatan ini digunakan oleh Muhammad Abduh untuk menimba ilmu kepada Jamaludin Al-Afgani. Dari Jamaluddin al-Afghani ini beliau tidak saja menemukan metode pengajaran yang telah lama dicarinya, dan seperti yang dikatakannya Jamaluddin telah melepaskannya dari kegoncangan jiwa yang dialaminya. Agaknya inilah yang meneyebabkan Abduh mengikuti setiap kuliah-kuliah yang diberikan oleh gurunya.
Pada pertemuan pertama Abduh dengan Jamaludin, Muhammad Abduh merasa sangat terkesan dengan kepribadian dan kedalaman ilmu yang dimiliki oleh Jamaludin Dan disinilah awal perkenalan Muhammad Abduh dengan Jamaluddin yang kemudian menjadi gurunya pula. Abduh belajar dan mendalami ilmu filsafat. Matematika, teologi, politik dan jurnalistik, namun bidang pengetahuan yang menarik perhatian Abduh ialah teologi, terutama teologi muktazilah. Buku yang dipelajarinya adalah Syarh at-Taftazani’Ala Aqaid Nasafiyah.
Metode pengajaran yang diterapkan Jamaluddin al-afghani dinamakan dengan metode praktis (‘Amaliyyah) yang mengutamakan pemberian pengertian dengan cara diskusi . Metode itulah tampaknya yang diterapkan Abduh setelah ia menjadi pengajar.
Selain ilmu teori, Jamaluddin al-Afghani juga memberikan ilmu praktis seperti berpidato, menulis artikel, dan sebagainya. Kegiatan seperti itu tidak hanya memungkinkan dia untuk tampil di depan audiens, tetapi secara langsung mendidik pengamat yang cermat dari situasi sosial politik di negaranya.Meskipun Abduh giat mencari ilmu di luar al-Azhar, ia tidak serta merta melupakan tugasnya sebagai
Setelah tamat dari Al-Azhar tahun 1876, dengan mendapat ijazah Alimiyah, di tahun 1877 ia memulai karirnya sebagai pengajar. Muhammad Abduh mengajar di Darul Ulum dengan memegang mata kuliah sejarah. Ia juga mengajar di rumahnya sendiri, yaitu mengajar Akhlak / etika dan sejarah Eropa. Selain itu beliau juga mengajar di Universitas Al-Azhar, yakni mata kuliah logika, teologi dan filsafat. Ketika mengajar Muhammad Abduh menegaskan pada murid-muridnya agar selalu berfikir kritis dan rasional serta tidak harus terikat pada suatu pendapat tertentu.
Selama masa hidupnya Muhammad Abduh sangat membenci dan menentang sikap Taqlid yang terjadi pada umat Islam saat itu. Hal ini ia rasakan semenjak memasuki Universitas al-Azhar, dimana beliau mendapati dua golongan dalam sudut pemahaman yang berbeda diantaranya : kaum mayoritas yang penuh dengan Taqlid dan hanya mengajarkan kepada para siswanya pendapat-pendapat ulama terdahulu dan sekedar dihafal. Sementara kaum minoritas adalah mereka yang suka akan pembaharuan Islam yang mengarah kepada penalaran dan pengembangan rasa.
Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Pendidikan
Salah satu hal terpenting yang menjadi perhatian Muhammad Abduh dalam hidupnya adalah pembaharuan pendidikan. Bagi beliau pendidikan itu sangat penting, dan ilmu harus dipelajari, bahkan itu juga tujuan hidupnya. Ia menulis bahwa ada dua tujuan dalam hidupnya salahsatunya yaitu membebaskan pemikirannya dari ikatan taqlid dan memahami ajaran agama menurut jalan yang ditempuh para ulama zaman klasik (salaf), zaman sebelum muncul perbedaan pemahaman, yaitu dengan kembali ke sumber utama. Hal ini dikarenakan Muhammad Abduh sangant tidak menyukai metode Taqlid yang biasa digunakan dalam pembelajaran pada saaat itu.
Yang juga menjadi perhatiannya adalah mencari alternatif jalan keluar dari stagnasi yang dihadapinya sendiri di sekolah agama Mesir, yang tercerminkan dengan baik sekali dalam pendidikannya di a1-Azhar. Muhammad Abduh sangat mengkritik sekolah modern yang didirikan oleh misionaris asing, beliau juga mengkritik sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Katanya di sekolah misionaris, siswa dipaksa mempelajari Kristen sedangkan di sekolah pemerintah siswa tidak diajar agama sama sekali.
Keberatan Muhammad Abduh ini disebabkan dengan pendidikan Barat yang mulai masuk ke negara Mesir. Pemerintah pada saat itu yang memberikan jalan dan membuka pintu bagi pihak asing. Kemudian Muhammad Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan import, yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Muhammad Abduh memiliki pandangan yang progresif dan berani tentang pendidikan. Ia percaya bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai pembaruan sosial dan membantu masyarakat berkembang. Abduh berpendapat bahwa pendidikan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan rasionalitas, bukan hanya pada tradisi dan dogmatisme.
Menurut Abduh, pendidikan harus membantu seseorang memahami dunia dan membentuk pemikiran kritis. Ia percaya bahwa pendidikan harus membantu membentuk individu yang bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat. Pendidikan juga harus membantu mengatasi masalah-masalah sosial dan membantu masyarakat memperoleh kesejahteraan.
Pendapat Abduh tentang pendidikan sangat penting dalam perkembangan pendidikan dan pemikiran moderat pada awal abad ke-19. Ia membantu memperluas pandangan tentang pendidikan dan membantu memperjuangkan hak-hak individu untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Secara keseluruhan, pendapat Muhammad Abduh tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan, rasionalitas, dan keadilan sosial, dan harus membantu individu dan masyarakat berkembang dan memperoleh kesejahteraan. Beliau memandang bahwa pendidikan tidak hanya sebatas mengajarkan ilmu pengetahuan, namun juga harus membantu membentuk akhlak dan budaya yang baik. Ia percaya bahwa pendidikan harus memberikan keterampilan dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah hidup, sehingga individu dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan.
Dalam pandangan Muhammad Abduh, pendidikan harus membantu membentuk pemikiran kritis dan membantu individu memahami dunia dan masyarakat mereka. Ia percaya bahwa pendidikan harus membantu individu memahami hakikat kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa pendidikan harus menjadi alat untuk memperkuat identitas dan budaya masyarakat. Ia memandang bahwa pendidikan harus membantu mempertahankan budaya dan tradisi yang baik, serta membantu memperluas pandangan dan memperkuat jati diri masyarakat. Pendapat Abduh tentang pendidikan sangat penting dan masih relevan sampai saat ini. Ia membantu memperluas pandangan tentang pendidikan dan membantu memperjuangkan pendidikan yang berkualitas dan inklusif bagi semua individu.
Secara keseluruhan, pendapat Muhammad Abduh tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan, rasionalitas, keadilan sosial, dan akhlak yang baik, dan harus membantu individu dan masyarakat berkembang dan memperoleh kesejahteraan.Abduh juga memperjuangkan pendidikan yang mempromosikan kerjasama dan toleransi antar umat beragama. Ia percaya bahwa pendidikan harus membantu membentuk masyarakat yang toleran dan inklusif, dan membantu individu memahami dan menghormati perbedaan.
Dalam pandangan beliau, pendidikan harus membantu membentuk individu yang berkarakter dan memiliki integritas. Ia percaya bahwa pendidikan harus membantu membentuk individu yang bermoral dan bertanggung jawab, dan membantu memperkuat nilai-nilai etika dan moral. Abduh memandang bahwa pendidikan harus membantu membentuk individu yang memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif dan inovatif. Ia percaya bahwa pendidikan harus membantu membentuk individu yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berkembang dalam lingkungan yang terus berubah.
Pendapat Muhammad Abduh tentang pendidikan sangat penting dan masih relevan sampai saat ini. Ia membantu memperluas pandangan tentang pendidikan dan membantu memperjuangkan pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan baerwawasan global. Secara keseluruhan, pendapat Muhammad Abduh tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan, rasionalitas, keadilan sosial, akhlak yang baik, toleransi, dan kreativitas, dan harus membantu individu dan masyarakat berkembang dan memperoleh kesejahteraan.
Post a Comment for "Revolusi Pendidikan Abad 19 : Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh"